Minggu, 22 Mei 2016

Belajar Sistem Transportasi dari KL

Pada awalnya, menurutku sistem transportasi di sini sama seperti di Indonesia. Bus, kereta, taksi, dll. Tapi, seiring perjalanan dan memerhatikan fasilitas angkutan umum, aku jadi bener-bener takjub.

1. Nggak macet. Hellooo, kami nyasar muter-muter kota KL, balik lagi ke tempat sama gara-gara salah naik bus, nggak lebih dari 2 jam. Coba di tempat lain. Jangankan untuk keliling kota. Buat menuju satu kota aja memerlukan waktu 2 sampai 4 jam karena macet. Ten thumbs banget bisa bikin kota anti macet begini. Sekalinya macet pun cuma karena lampu merah. Oh, Indonesia, kapan kau jual saja mobil-mobil pribadimu? T.T
2. Gratis. Nggak tahu apa jadinya kalo perjalanan kami yang banyak jalan dan nyasar ini harus ngeluarin duit banyak karena nyasar. 3 hari di KL kira-kira aku hanya ngeluarin uang 50 sd 100 ribu rupiah. Itu pun ongkos dari dan menuju bandara KLIA.
3. Penumpang taat peraturan.
>Berdiri nunggu kereta di belakang garis batas. Nggak perlu dijagain and diomelin petugas cuma buat tertib. >Turun angkutan umum gantian, nggak pake desek-desekan. Apalagi dorong-dorongan. Secara sadar penumpang lebih mendahulukan yang turun, baru kemudian naik.
> Memberikan kursi pada yang lebih membutuhkan. Empati, gaes. Nggak pura-pura tidur, pura-pura budek, atau pura-pura nggak tahu. Tanpa diminta, penumpang memberikan kursi buat yang lebih membutuhkan. Lansia, bumil, anak-anak, dan yang fisiknya kurang sempurna.
4. Ac. Semuanya ber-Ac. Bus umum AC. Taksi AC. Kereta AC. Oya, nggak ada ojek ya, takut becek. Hihi.
5. No rokok. Sepanjang perjalanan, aku sama sekali nggak ngeliat orang merokok. Entah gak doyan. Entah dilarang. Di terminal pun aku cuma liat satu dua orang aja yang merokok. Alamak, surga banget buat paru-paru.
6. Wifi. Di sini wifi. Di sana wifi. Di mana-mana ada wifi. Naik bus 1 sambung wifi. Turun, naik bus lagi nyambung wifi lagi. Aweeet pulsa, maaak. Kenceng pulak jaringan. Fiuh. Keren gila.
7. Tertib pedagang kaki lima. "Kacang kacang." "Tisu-tisu." "Aqua-aqua" nggak ada kita temuin pedagang model ini. Semuanya terstruktur rapi di lokasi yang sudah disediakan.
8. Mesin tiket. Jadi inget lagu qosidah, "tahun 2000 kerja serba mesin. Berjalan berlari menggunakan mesin. Manusia hidup berkawan meain. Makan dan minum dilayani mesin." Beli tiket kereta aja pake tenaga robot, gaes. Tinggal klik klik. Masukkan uang ke mesin, cengkling. Keluar deh tiket dan kembaliannya. Masuk gate statsiunnya aja tinggal scan tiket. Otomatis boleh masuk. Pokoknya, nggak pake ribet. Keren, yah. Tapi, kalau hal ini diterapin di Indonesia... bakal mengurangi lapangan pekerjaan. Secara Indonesia kan luas dan penduduknya seabrek.
Hmm, setidaknya sekarang Indonesia suadah sedikit berbenah. Harapan saya cuma satu. Bukan wifi. Bukan Ac. Tapi.... jangan ada macet. Itu aja. T.T
Dear, pengusaha mobil. Jualin aja mobilnya.
Dear, yang punya cita-cita beli mobil, mending dibuat sedekah aja. Enakan naik umum tapi nggak macet, kan?
Belajar dari negeri kecil Malaysia

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Semoga bermanfaat.

Salam
V
^____^